September 2017 sampai Januari 2018 lalu, saya dan ketiga teman sejurusan saya–Fisti Madarina Nutria, Gita Giantina, M Fahrizal Setiawan–berkesempatan belajar di bumi Allah belahan lain. Kami diamanahi untuk belajar pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) di Ibaraki University, Jepang. Baik sekali memang Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan Kemenristek Dikti mau memilih dan mensponsori kami selama 5 bulan program. Nama programnya ASEAN International Mobility Students in Ibaraki University (AIMS-IU). Cihuy!
Selain kami, ada 11 peserta lain yang datang dari kampus Indonesia dan Thailand yang juga berlatar pendidikan pertanian, selain Teknologi Pangan.
Apa sih inti dari pertanian berkelanjutan?
Sejauh pemahaman saya, maksud dari pertanian berkelanjutan adalah praktik pertanian–dalam artian luas, bisa perkebunan, perikanan, teknologi pangan, hidrologi, dan lainnya–yang mempertimbangkan setiap aspek sumberdaya agar bisa termanfaatkan secara optimal masa kini dan mendatang. Dari konsep ini saja sudah terlihat ya hal ini baik untuk keberlangsungan dunia bahkan cara jitu menyelamatkan dunia. Menjauhi sifat tamak dan tidak acuh dalam mengelola alam adalah koentji.
Dua kata kunci lainnya: mitigasi dan adaptasi
Bagaimana metode pembelajarannya?
Ini seru. Impresi saya terhadap pembelajaran di sana sungguh baik.
Mata kuliah yang kami dapat antara lain:
- International Environmental and Agricultural Science
- Adaptation to Environmental Change and Disaster Risk
- Regional Environmental Management
- Environmental and Symbiotic Science
- Environmental Conservation Agriculture
- Field Experimental Work
Kurikulum program ini didesain sedemikian rupa sehingga kami menjadi paham pokok permasalahan yang sedang dihadapi dunia secara global. Masing-masing dari kami diminta untuk berkontribusi–minimal dalam menyumbang gagasan–dengan pendekatan keilmuan kami.
Contoh konkretnya?
Semisal begini, saat dihadapkan pada permasalahan bencana kekeringan berkepanjangan di Sumba, NTT, apa yang dapat dilakukan untuk tetap menghindari kelaparan?
Kelompok kami mengajukan gagasan untuk menanam tanaman bahan pokok selain padi yang toleran dengan kekeringan, seperti jewawut. Jewawut muncul sebagai alternatif bukan dengan begitu saja. Tingkat produksi, kandungan gizi, ketersediaan infrastruktur pendukung, kemampuan masyarakat menggunakan teknologi, serta dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan juga menjadi pertimbangan dari solusi alternatif yang kamu ajukan.
Hikmah yang dapat diambil?
Hahahaha. Intinya sih, dunia ini masih butuh banyak kontribusi untuk dapat bermitigasi dan beradaptasi. Masalah global itu nyata. Kolaborasi setiap disiplin ilmu dibutuhkan, bukan sekadar kompetisi. Saya juga jadi sadar kalau masih banyak orang yang peduli sama dunia dan keberlangsungan hidup manusia di dalamnya. Real definition of superhero.
Kalau-kalau ada yang bilang lapangan pekerjaan semakin hari semakin sedikit, oh please, masih terlalu banyak pekerjaan yang menanti untuk digarap. Soalnya permasalahan masih banyak. Siap berkontribusi?
**
Terima kasih kepada Kemenristek Dikti! Sungguh semoga kami menjadi sosok yang dapat mengemban amanah sebagai orang yang mau berkarya dengan keilmuan kami.
Oh iya, tonton video kami ya.
Tulisan ini adalah bagian dari laporan pertanggungjawaban hehe.
Salam,
Hayah Afifah.